KERETA KENCANA
( Les
Chaises )
Karya : Eugene Ionesco
Terjemahan
: W.S. Rendra
( WAKTU LAYAR DIBUKA PANGGUNG GELAP DAN SUNYI,
KEMUDIAN TERDENGAR SUARA)
………………… Wahai,
Wahai……………….. Dengarlah engkau dua orang tua yang selalu bergandengan, dan
bercinta, sementara siang dan malam berkejaran dua abad lamanya.
Wahai, wahai
dengarlah !
Aku memanggilmu.
Datanglah berdua bagai dua ekor burung dara. Akan kukirimkan kereta kencana
untuk menyambut engkau berdua. Bila bulan telah luput dari mata angin, musim
gugur menampari pepohonan dan daun-daun yang rebah berpusingan.
Wahai, wahai !
Di tengah malam
di hari ini akan kukirimkan kereta kencanaa untuk menyambut engkau berdua.
Kereta kencana, 10 kuda 1 warna.
( EMPAT
KETUKAN, SETELAH ITU NENEK MASUK DENGAN LILIN MENYALA. DUHAI GUGUPNYA)
NENEK : Henry, engkaukah itu ?
Henry…..
ah…. dari mana engkau sayang ?
( NENEK BERJALAN DENGAN LILIN MENYALA, IA DUDUK DI
KURSI BAGUS TANPA SANDARAN, DAN MEMBISU )
NENEK : (MELETAKKAN
LILIN KE MEJA ) Henry, dari mana engkau ? Kenapa diam saja ? saya mencarimu, ada apa dengan engkau ?
Ayolah jangan diam saja ? Henry apakah kau tadi yang bersuara keras ?
KAKEK : (
MENGGELENGKAN KEPALA BAGAI TERMENUNG )
NENEK : Sakitkah
engkau ? Ayolah jangan diam saja. Nyalakan lampu listriknya. Di kamar ini dan
di kamar tidur kita saja yang ada lampu listriknya, dikamar lain sudah rusak
semuanya. Oh Tuhan……. Alangkah bobroknya rumah kita ini. Baiklah. Ayolah
nyalakan lampu listriknya Henry.
(KAKEK TETAP MEMBATU, NENEK LALU PERGI MENYALAKAN
LAMPU. LAMPU MENYALA HIJAU, NENEK TERKEJUT )
NENEK : Kenapa
sayang, kenapa? (MENGAMBIL LILIN KAKEK, MENARUHNYA KE SEBELAH LILIN NENEK,
LALU MEMADAMKAN KEDUA LILIN TADI) Apakah kau sakit ? Oh, jangan
membingungkan saya, apa kau tadi berteriak keras ?
KAKEK : (
MENGGELENGKAN KEPALA )
NENEK : Saya
mendengarkan suara.
KAKEK : Saya
juga.
NENEK : Kau
juga ? Suara apa ?
KAKEK : Suara
yang dulu lagi. Aku mendengar suara yang dulu lagi.
NENEK : Aku
juga mendengarnya.
KAKEK : Suara
yang berulang kali datang.
NENEK : Ya
! Suara yang dulu.
KAKEK : Angin
bertiup keras.
NENEK : Ya
!
KAKEK : Lalu
ketukan pintu.
NENEK : Ya
!
KAKEK : Tapi
kali ini ada tambahannya.
NENEK : ?????
KAKEK : Suara
orang berkata. ( DIAM SEJENAK)
NENEK : Jadi
kau juga mendengarnya ? Cobalah kau katakan bagaimana mendengar kata itu.
KAKEK : Kita
berdua mendapat panggilan.
NENEK : Jadi
kau pikir panggilan itu untuk kita
berdua ?
KAKEK :
Dau orang tua yang dua abad usianya, siap lagi kalau bukan kita ? Baru dua hari
yang lalu aku merayakan ulang tahun yang ke 200.
NENEK : Coba
menurut kau bagaimana kau mendengar suara itu ?
KAKEK : Tengah
malam nanti, apabila angin mendayu dan bulan luput dari mata. Akan datang sebuah
kereta kencana untuk menyambut kita berdua. Waktu itu aku sedang mencari-cari
buku harianku di kamar perpustakaan, lalu kudengar suara itu isinya kurang
lebih begitu, tapi aku tak tahu bagaimana persisnya.
NENEK : Aku
tahu, aku juga mendengarnya. Engkau dua orang tua yang selalu bergandengan
tangan dan bercinta, sementara siang dan malam berkejaran dua abad lamanya.
Wahai…wahai…. Dengarlah
aku memanggilmu, datanglah berdua bagai dua ekor burung dara. Akan kukirimkan
kereta kencana untuk menjemput kau berdua. Bila bulan telah luput dari mata
angin. Musim gugur menampari pepohonan dan daun-daunan yang berpusing.
Wahai….wahai….. di
tengah malam di hari ini akan kukirimkan kereta kencana. Kereta kencana 10 kuda
1 warna.
KAKEK : Jadi
kau dengar suaranya ? Sementara mendengar itu semua.
NENEK : Jantungku
berkeridutan, penyakit yang lama kembali lagi.
KAKEK : Aku
juga, penyakitku kembali lagi, tubuhku berkeringat dan nafasku sesak.
NENEK : Tahukah
kau artinya semua ini ?
KAKEK : Ya
! Malam ini kita akan mati bersama.
(HENING,
KAKEK MELANGKAH KE JENDELA DAN MEMBUKANYA)
NENEK : Kenapa
kau buka jendela itu ? Hawa di luar sangat dingin.
KAKEK : Malam
musim gugur.
NENEK : Kau
nanti masuk angin.
KAKEK : Bintang
bertebaran dan bulan nampak pucat, sebentar lagi akan datang angin-angin itu
menbawa mendung, dan mendung itu akan membawa bulan luput dari pandang mata.
NENEK : Tutuplah
jendela itu.
( KAKEK
MENUTUP JENDELA, MENUJU KURSI PIANO, LALU DUDUK )
KAKEK : Aku
merasa kosong.
NENEK : Angin
buruk gampang membuatmu sakit, sayang.
KAKEK : Kita
terlalu hidup, dan terlalu lama memeras tenaga untuk mengisi umur kita yang
panjang ini. Berapa kali sajakah kita mengharap mati ? Tiap datang ketukan
pintu, kita berpikir, inikah saatnya ? Tapi kita selalu salah duga.
NENEK : Tapi
kali ini kita tidak akan salah duga.
KAKEK : Pasti,
pasti tidak akan salah lagi. Setelah akan datang sungguh saat ini, beginilah
rasanya.
NENEK : Apakah
kau takut ?
KAKEK : Tak
tahu, dan kau ?
Comments
Post a Comment