PENDAHULUAN
Lebaran
ketupat merupakan salah satu hasil akulturasi kebudayaan Indonesia
dengan Islam. Lebaran ketupat atau yang dikenal dengan istilah lain syawalan
sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia di berbagai daerah, dari
mulai Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan dan lainnya. Lebaran ketupat
disemua daerah yang melaksanakannya, pelaksanaannya sama yaitu pada hari
ketujuh setelah Hari Raya Idul Fitri. Lebaran ketupat hanya bisa
dijumpai di masyarakat Indonesia dengan tujuan pelaksanaannya sama
seperti tujuan berhari Raya Idul Fitri, yaitu saling mema’afkan dan
bersilaturahim. Istilah saling mema’afkan ini di kalangan masyarakat
Indonesia lebih terkenal dengan sebutan “Halal Bihalal”.
Tradisi
lebaran ketupat yang diselenggarakan pada hari ke tujuh bulan syawal
juga merupakan tradisi khas Indonesia yang biasa disebut sebagai “hari
raya kecil” setelah melakukan puasa syawal selama 6 hari atau puasa
kecil dibandingkan dengan Idul Fitri yang didahului puasa Ramadhan
selama 1 bulan. Sesuai dengan sunnah nabi, setelah memperingati Idul
Fitri, umat Islam disunnahkan puasa selama 6 hari, yang bagi umat Islam
di Indonesia kemudian diperingati sebagai Lebaran Ketupat atau Syawalan.
Tradisi
lebaran ketupat awal mulanya berasal dari orang Jawa, kemudian tradisi
ini menyebar ke seluruh pelosok nusantara yang dibawa oleh orang Jawa
sehingga menjadi tradisi yang menasional. Makna tradisi lebaran ketupat
ini sangat dalam sekali bagi orang Jawa, mengandung filosofis kehidupan
yang berharga.
Dalam
makalah ini akan kami bahas mengenai asal mula tradisi lebaran ketupat
di Jawa, makna filosofi yang terkandung di dalamnya dan perkembangan
tradisi lebaran ketupat dari masa ke masa hingga sekarang ini.
MAKNA ISTILAH LEBARAN DAN KETUPAT
1. Lebaran
Lebaran
merupakan istilah yang sering dipakai masyarakat dalam menyambut hari
Raya Idul Fitri. Lebaran sendiri berasal dari akar kata bahasa Jawa “Lebar” yang berarti selesai, sudah berlalu. Maksud kata “lebar”
disini adalah sudah berlalunya bulan Ramadhan, selesainya pelaksanaan
ibadah puasa wajib pada bulan Ramadhan hingga tibalah waktunya masuk
bulan Syawal.
Pada awal bulan Syawal inilah dilaksanakan Hari Raya Idul Fitri, orang Jawa biasa menyebutnya dengan istilah “Riyaya” atau “Badha”. Riyaya merupakan istilah untuk lebih mempersingkat kata hari raya sedangkan istilah badha berasal dari Bahasa Arab dari akar kata ba’da yang berarti setelah, selesai. Kata badha maupun lebaran
mempunyai persamaan arti, yaitu selesainya pelaksanaan ibadah puasa,
maka tibalah waktunya berhari raya Idul Fitri. Istilah lebaran sudah
menjadi istilah nasional, yang diartikan oleh masyarakat Indonesia
sebagai Hari Raya Idul Fitri.
2. Ketupat
Ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara berbahan dasar beras yang dibungkus dengan selongsong terbuat dari anyaman daun kelapa (janur). Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Lebaran, ketika umat Islam merayakan berakhirnya bulan puasa. Makanan ini sudah menjadi makanan khas masyarakat Indonesia dalam menyambut hari Raya Idul Fitri.
Ada
dua bentuk ketupat yaitu kepal (lebih umum) dan jajaran genjang.
Masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda. Untuk membuat
ketupat perlu dipilih janur yang berkualitas yaitu yang panjang, tidak
terlalu muda dan tidak terlalu tua. Selain di Indonesia, ketupat juga
dijumpai di Malaysia, Singapura dan Brunei. [1]
Biasanya
ketupat disuguhkan dengan opor ayam, rendang dan masakan-masakan khas
masing-masing daerah yang mengandung santan. Ketupat sendiri telah
berkembang akibat kreatifitas kuliner di beberapa daerah. Beberapa jenis
ketupat yang ada saat ini diantaranya adalah :
- Ketupek Katan Kapau
Katupek
katan yang khas Kapau, yaitu ketupat ketan berukuran kecil yang dimasak
dalam santan berbumbu. Ketupat ketan adalah versi rebus dari lemang.
Santannya menjadi sampai kental sekali dan merasuk ke dalam ketupat.
Ketupat kentan ini bisa dimakan sebagai dessert, tetapi juga bisa
dimakan dengan lauk pedas, misalnya gulai itik cabe hijau atau rendang.
- Ketupat Glabed
Ada
lagi sajian rakyat lain di Tegal yang sangat populer, yaitu Kupat
Glabed. Kali ini bukan ketupat dari desa Glabed. Kupat glabed adalah
ketupat yang dimakan dengan kuah kuning kental. Glabed sendiri
sebenarnya berasal dari ucapan orang Tegal bila mengekspresikan kuah
yang kental ini. Glabed-glabed!
Ketupatnya dipotong-potong, dibubuhi tempe goreng, dan disiram dengan kuah glabed. Tambahkan sambal bila ingin citarasa pedas. Topping-nya
adalah kerupuk mi yang terbuat dari tepung singkong dan taburan bawang
goreng. Sebagai lauknya, Kupat Glabed selalu didampingi dengan sate ayam
atau sate kerang.
- Ketupat Blegong (Tegal)
Kupat Blengong (Kupat Glabed dengan daging Blengong, Blengong=Keturunan hasil perkawinan Bebek dan Angsa)
- Ketupat Bongko (Tegal)
Kupat Bongko adalah Ketupat dengan sayur tempe yang telah diasamkan.
- Ketupat Betawi (Bebanci)
Masakan
paling khas dan unik yang dimiliki masyarakat Betawi adalah ketupat
bebanci. Sesuai dengan namanya, ketupat bebanci adalah masakan dengan
unsur utama ketupat. Ketupat ini disantap dengan kuah santan berisi
daging sapi dan diberi aneka bumbu seperti kemiri, bawang merah, bawang
putih, cabai, dan rempah-rempah. Sayangnya saat ini sudah sangat sulit
menemukan penjual ketupat ini.
- Ketupat Cabuk Rambak (Solo)
Cabuk
rambak adalah ketupat nasi yang diiris tipis-tipis, dan disiram dengan
sedikit sambal wijen (dicampur kemiri dan kelapa parut yang terlebih
dulu digongseng). Ada yang menyukai sambal yang sangat pedas, ada yang
menyukai rasa sambal yang gurih. Rasa sambalnya memang sangat khas.
Hidangan ini disajikan dengan kerupuk nasi yang disebut karak.[2]
- Ketupat Tahu/ Tahu Campur (Ketoprak)
Ketupat
tahu atau tahu campur atau istilah lain yang digunakan para penjual
adalah ketoprak, merupakan makanan khas dari ketupat yang diiris-iris
lalu diberi sayuran, irisan tahu goreng, telor rebus serta disiram
dengan sambal kacang. Makanan ini dapat dijumpai di daerah jawa tengah
secara umum.
ASAL MULA TRADISI LEBARAN KETUPAT
Lebaran ketupat
murni berasal dari tanah Jawa, sejak pemerintahan Paku Boewono IV.
Sebuah kearifan lokal yang hanya dilakukan di Indonesia. Sama halnya
dengan tradisi halal bihalal. Tradisi lebaran ketupat yang disertai
dengan acara halal bihalal tidak ditemukan di negara lain selain di
Indonesia.[3]
Lebaran ketupat ini di masayarakat Jawa dikenal dengan istilah Syawalan, dimana waktunya bertepatan dengan bulan Syawal. Lebaran ketupat juga dinamai dengan istilah Badha Kupat. Lebaran ketupat dilaksanakan tepat pada hari ketujuh pada bulan Syawal.
Masyarakat
Jawa dikenal dengan tingkat religiusitas yang tinggi. Pada masyarakat
selain Jawa, setelah sholat Ied mungkin mereka melakukan aktivitas
kegiatan seperti hari-hari biasanya. Pada masyarakat Jawa, setelah
sholat Ied, mereka biasanya melakukan kegiatan silaturahim ke sanak
famili, saudara, tetangga dekat dan sekitar lingkungan mereka. Sehari
setelah Hari Raya Idul Fitri atau lebaran, umumnya mereka melaksanakan
puasa sunnah bulan Syawal. Puasa sunnah Syawal dilaksanakan sampai enam
hari, setelah itu mereka mengadakan acara halal bihalal (ma’af
mema’afkan) dan bersilaturahim dengan kerabat dekat maupun jauh.
Acara
silaturahim ini umumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa dimana yang muda
mengunjungi yang lebih tua. Hal ini mencerminkan pandangan hidup orang
Jawa, bahwa orang hidup harus tepa selira, unggah-ungguh (tahu tata
krama dan sopan santun). Biasanya yang muda membawa makanan khas ketupat
dengan lauk opor ayam yang akan diberikan kepada kerabat yang lebih
tua. Makanan ini nantinya akan disantap bersama-sama dengan kerabat.
Makanan ketupat inilah yang menjadi ciri khas pada lebaran ketupat,
sehingga hampir dipastikan di tiap keluarga masyarakat Jawa akan
menghidangkan suguhan ketupat dengan lauknya opor ayam dan sambal goreng
setiap lebaran ketupat tiba.
Tradisi
lebaran ketupat menyebar ke luar tanah Jawa dibawa oleh orang-orang
Jawa yang merantau ke luar pulau, bahkan ke luar negeri. Tradisi lebaran
ketupat hingga akhirnya dikenal oleh masyarakat diluar Jawa dan menjadi
tradisi yang menasional, hampir di tiap daerah terdapat tradisi yang
sejenis dengan tradisi lebaran ketupat tak terkecuali di luar negeri yang ada orang Jawanya.
MAKNA FILOSOFIS LEBARAN KETUPAT
Masyarakat Jawa mempercayai Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan ketupat. Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat”
yang berarti “mengakui kesalahan”. Sehingga dengan ketupat sesama
muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta
melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut.[4]
Makanan ketupat menjadi simbol dalam masyarakat Jawa, sehingga orang
yang bertamu akan disuguhi ketupat pada hari lebaran dan diharuskan
memakannya sebagai pertanda sudah rela dan saling mema’afkan.
Di
daerah pedesaan, ketupat masih dibuat sendiri oleh tangan-tangan
terampil para ibu dan gadis, namun di daerah perkotaan yang sudah sulit
untuk memperoleh janur atau daun kelapa yang masih muda, ketrampilan ini
sudah hilang dan masyarakat lebih suka membeli selongsong ketupat di
pasar atau bahkan membeli dalam bentuk ketupat yang sudah masak. Lalu
ketupat tersebut diantarkan kepada sanak saudara sebagai lambang
permohonan maaf dan silaturrahmi.
Pada
saat hari lebaran ketupat, ketupat yang dijadikan makanan khas pada
masyarakat Jawa sebagai simbol bahwa semua orang Jawa mengaku salah (ngaku lepat). Dalam setahun, orang saling berebut ”benar”. Anehnya, dalam suasana Idul Fitri, semua orang saling berebut untuk menyatakan lepat
(salah). Sebuah kondisi yang fitrah, yang muda menyampaikan lepat.
Namun, yang tua tidak langsung mengiyakan, tetapi dengan diikuti
kalimat, ”wong tuwa uga akeh lupute” (orang tua juga banyak
salahnya). Hal ini tidak hanya terjadi dalam tatanan keluarga saja,
tetapi berlaku juga dalam tatanan struktur pemerintahan. Pejabat
golongan strata atau pangkat yang lebih tinggi juga menyampaikan hal ini
kepada pejabat yang pangkatnya lebih rendah atau stafnya. Mereka semua mengaku salah.
Banyak
makna filosofis yang dikandung dalam makanan ketupat ini. Bungkus yang
dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa.
Janur artinya sejatine nur (cahaya) yang melambangkan kondisi manusia
dalam keadaan suci setelah mendapatkan pencerahan (cahaya) selama bulan
Ramadhan. Jadi, makna dari lebaran ketupat adalah kesucian lahir batin
yang dimanifestasikan dalam tujuan hidup yang esensial.
Sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer”,
yang bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali
kepada Allah. Kiblat papat lima pancer ini, dapat juga diartikan sebagai
empat macam nafsu manusia, yaitu amarah, yakni nafsu emosional, aluamah
atau nafsu untuk memuaskan rasa lapar, supiah adalah nafsu untuk
memiliki sesuatu yang indah, dan mutmainah, nafsu untuk memaksa diri.
Keempat nafsu ini yang ditaklukkan orang selama berpuasa. Jadi, dengan
memakan ketupat orang disimbolkan sudah mampu menaklukkan keempat nafsu
tersebut. Sebagian masyarakat juga memaknai rumitnya anyaman bungkus
ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia sedangkan warna
putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian
setelah mohon ampun dari kesalahan. Beras sebagai isi ketupat diharapkan
menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya.
Biasanya,
ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Ini pun ternyata
ada makna filosofisnya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu
bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang mempunya makna “pangapunten” alias memohon maaf. Saking dekatnya kupat dengan santen ini, ada pantun yang sering dipakai pada kata-kata ucapan Idul Fitri :
Mangan kupat nganggo santen.
Menawi lepat, nyuwun pangapunten.
(Makan ketupat pakai santan, bila ada kesalahan mohon dimaafkan.)
Pada
masa lalu, terdapat tradisi unik yang berbau mistis, namun kini sudah
jarang ditemukan. Ketupat juga dianggap sebagai penolak bala (jimat),
yaitu dengan menggantungkan ketupat yang sudah matang di atas kusen
pintu depan rumah, biasanya bersama pisang, dalam jangka waktu
berhari-hari, bahkan berbulan-bulan sampai kering. Masyarakat di daerah
tersebut masih memegang tradisi untuk tidak membuat ketupat di hari
biasa, sehingga ketupat hanya disajikan sewaktu lebaran dan hingga
sepekan sesudahnya. Sedangkan di Bali, ketupat sering dipersembahkan sebagai sesajian upacara.
KETUPAT VS PARSEL LEBARAN
Ketupat
sebagai ikon makanan khas yang menjadi hidangan lebaran bahkan menjadi
barang kiriman untuk sanak famili, sekarang kedudukannya sedikit demi
sedikit digeser oleh keberadaan parsel lebaran. Walaupun tidak
dipungkiri, masyarakat pedesaan sampai sekarang masih memakai ketupat
sebagai makanan khas dan barang kiriman/hadiah pada saat lebaran, tapi
untuk masyarakat perkotaan hal ini mendapatkan persaingan ketat dari
parsel lebaran. Masyarakat kota lebih memilih parsel sebagai barang
hadiah lebaran dibandaingkan ketupat karena lebih variatif, tahan lama
dan lebih bagus tampilannya. Parsel lebaran sebagai hadiah lebaran
biasanya ditujukan kepada sanak famili, kerabat maupun relasi bisnis
masyarakat kota. Bahkan kebaisaan mengirim parsel ini sudah dianggap
sudah menjadi kewajiban untuk para relasi bisnis supaya bisnis lancar
dan aman dari gangguan.
Kebiasaan
mengirim parsel lebaran juga merambah ke dunia pemerintahan, para
bawahan mengirim parsel lebaran untuk atasannya supaya pekerjaan dan
jabatannya langgeng bahkan mungkin naik jabatan. Tradisi mengirim
ketupat yang awalnya bertujuan menjalin silaturahim dan sebagai simbol
permintaan maaf, di perkotaan sekarang diganti dengan mengirim parsel
lebaran yang melenceng dari niat awal, yaitu sebagai upaya “menyuap”
realasi bisnis, atasan maupun pemegang kebijakan. Kecurigaan ini
ditangkap oleh KPK, hingga akhirnya KPK membuat aturan mengenai
penerimaan parsel lebaran bagi para pejabat pemerintahan.
KESIMPULAN
Dari keterangan diatas, penulis menyimpulkan :
1. Ketupat
merupakan makanan khas Indonesia yang diperkenalkan oleh Sunan
Kalijaga, bahkan ketupat dapat dijumpai di negara Asia tenggara yang
lain seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
2. Tradisi
lebaran ketupat berasal dari daerah Jawa, tradisi ini sudah ada sejak
pemerintahan Sultan Paku Buwono IV dan tradisi ini berkembang hingga ke
seluruh Indonesia bahkan ke luar negeri yang dibawa oleh orang-orang
Jawa yang merantau.
3. Tradisi
lebaran ketupat mempunyai makna filosofis yang dalam bagi orang Jawa,
dimana ketupat merupakan simbol permintaan maaf dan simbol menjalin tali
silaturahim.
4. Tradisi
mengirim ketupat saat lebaran di masyarakat perkotaan sudah mengalami
degradasi, yaitu dengan mengirim parsel lebaran dengan niat “menyuap”
relasi bisnis, atasan maupun para pembuat kebijakan.
Demikian
kesimpulan kami. Himbauan kami, marilah kita lestarikan tradisi lebaran
ketupat dengan mengirimkan ketupat sebagai hadiah lebaran sebagai
simbol permintaan ma’af dan dengan tujuan menjalin tali silaturahim.
Kami
menyadari bahwa tiada gading yang tak retak, bahwa makalah kami masih
jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang membangun kami nantikan
demi penyempurnaan makalah kami.
sumber: http://mazguru.wordpress.com/2009/03/30/makna-lebaran-ketupat-bagi-orang-jawa-2/
Comments
Post a Comment